2015, SACRED HEART HOSPITAL

“Aaaaaargh!!!
Aaaaargh!!!” jeritan seorang perempuan terdengar dari balik korden yang
membatasi bilik yang ditempati Liu dengan tempat tidur di sampingnya.
“Nona? Apa Anda tidak apa-apa?” tanya Liu sambil bangkit dari tempat tidurnya.
Ia
dengan kepayahan berusaha berjalan (koma selama seminggu membuat otot
kakinya terasa lumpuh). Namun setelah beberapa saat, ia bisa membiasakan
diri. Dengan perlahan ia mendatangi ranjang itu.
“Nona, apa kau ingin kupanggilkan suster?” Liu menyibak tirai dan melihat gadis seumuran SMA terbaring memegangi perutnya.
“Pergi kau! Pergi!!!” gadis itu malah menjerit dengan marah begitu melihat Liu.
“PERGI!!!”
gadis itu bahkan melemparkan gelas yang berada di samping tempat
tidurnya ke arah Liu. Beruntung, pemuda itu dengan gesit menghindar.
Gelas itu segera pecah berkeping-keping setelah menghantam dinding.
“A
... aku akan meminta suster membantumu ...” Liu masih ingin menolong
gadis, walaupun ia telah berlaku kasar padanya. Dengan kepayahan, Liu
berjalan keluar, mencoba untuk mencari perawat.
Ia
tiba lorong dan mulai merasa ketakutan. Lorong rumah sakit itu sangat
sepi dan gelap, bak setting sempurna bagi sebuah film horor. Bahkan di
antara kamar-kamar di lorong ini, hanya kamarnya saja yang lampunya
masih menyala. Liu berjalan sambil bersandar ke dinding untuk mencari
penghuni rumah sakit yang lainnya.
“Sepi sekali
rumah sakit ini ...” Liu kembali teringat cerita teman-temannya masa
kecil tentang rumah sakit Sacred Heart yang berhantu. Rumah sakit tua
ini lama-lama kurang populer karena ada rumah sakit baru yang lebih
besar dibangun di kota. Liu berpikir, mungkin karena itu rumah sakit ini
kini bangkrut dan kehilangan banyak pasien.
Liu
akhirnya mendengar suara dan mencoba mengikutinya. Terlihat cahaya dari
sebuah ruangan dengan tulisan “Kamar Bedah” di pintunya.
Ia mendengar suara dua orang lelaki sedang bertengkar di dalamnya.
“Aku tak bisa membantumu!” seru seorang pria, “Kau terkena luka tembak, aku harus melaporkanmu ke polisi!”
“Jangan! Aku adalah anggota geng. Aku bisa membayarmu agar tidak memberi tahu polisi, Dok!”
“I ... ini ... apa semua berlian ini asli?” pria yang dipanggil dokter itu bersuara.
“Ya, ini semua asli. Sebagian akan kuberikan padamu jika kau mau tutup mulut. Keluarkan saja peluru ini dari tubuhku!”
“Ta
... tapi, Dokter Steele!” Liu mengenali suara itu sebagai milik Eva,
“Anda tak bisa melakukannya! Berlian itu pasti hasil curian! Anda harus
memberi tahu polisi tentang ini!”
“Diamlah Eva! Jika kau bilang pada polisi, aku akan langsung memecatmu dan takkan memberikan uang pesangonmu! Ingat itu!”
Tiba-tiba seutas tangan menepuk pundak Liu. Liu terkejut dan hampir jatuh.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya suster itu. Liu membaca nama yang tertera di seragamnya sebagai “Barbara Walters”.
“Tidak apa-apa, Suster Walters ... hanya saja, gadis di ruanganku terus merintih kesakitan.” Jawab Liu.
“Penelope? Yah, kurasa jahitan di perutnya terlepas lagi.” kata suster itu, “Ayo, kuantar kembali ke kamarmu.”
Liu
menoleh sebentar ke pintu kamar bedah itu. Ia ingin menolong Eva, namun
apa boleh buat. Ada baiknya ia tak ikut campur dengan masalah seperti
itu. Biar nanti saja ia melaporkannya kepada Marshall jika ia
menjenguknya.
“Gadis di kamarku itu ... apa dia baru saja menjalani operasi caesar?” Liu memberanikan diri bertanya dalam perjalanan kembali ke kamarnya.
“Siapa? Penelope? Ya ... Dr. Alice Steele, kepala rumah sakit kami yang mengoperasinya.”
“Alice Steele?” pikir Liu. Nama belakangnya sama dengan dokter pria di dalam kamar bedah tadi. Apa mungkin dia istrinya?
“Wah, saya ikut senang mendengarnya.” kata Liu, “Apakah bayinya sehat sekarang?”
Ia
mendengar suara tawa Suster Walters, “Bayi? Ia tidak menjalani operasi
caesar untuk melahirkan, Anak Muda. Ia mengeluarkannya untuk
mengaborsinya.
Liu tersentak mendengar
penjelasan itu. Ia bahkan menghentikan langkahnya di ambang pintu dan
membiarkan Suster Walters masuk sendirian.
Ada yang tidak beres dengan rumah sakit ini. Ada anggota geng, lalu aborsi ...
Tiba-tiba terdengar jeritan Suster Walters dari dalam ruangan. Liu bergegas masuk.
“Ada apa? Astaga ...” wajah Liu memucat ketika melihat pemandangan yang tersaji di hadapannya.
Gadis
yang berada di sampingnya tadi, Penelope, terbaring berlumuran di dekat
pintu. Tangan kanannya memegang pecahan beling dari gelas kaca yang
tadi ia pecahkan, sedangkan tangan kirinya ... ada luka sayatan lebar
dengan darah mengucur deras tak terbedung.
“Astaga ...” jerit Suster Walters, “Ia bunuh diri!”
0 komentar:
Posting Komentar